BAB I
Pengajaran
Membaca Berdasarkan Tujuan
A.
Tujuan
Pengajaran Membaca
Upaya untuk memanfaatkan
keterampilan dasar dan tujuan tertentu sebagai sarana untuk meningkatkan
pengajaran membaca jelas merupakan kecenderungn yang positif. Alasannya antara
lain :
a. pengenalan
aneka tujuan dalam pengajaran membaca akan mendorong para guru untuk berperan
sebagai fasilitator.
b. Penerimaan
serta pengakuan terhadap pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada tujuan
dalam pengajaran membaca dari pihak guru adalah sejalan dengan kecenderungan
terhadap adanya pertanggungjawaban yang lebih besar dalam pendidikan. Artinya
segala sesuatu yang dilakukan itu dapat dipertanggungjawabkan dari segala pihak
(orang tua, pendidik, siswa).
Secara garis besar kegiatan membaca mempunyai dua
maksud utama, yaitu :
a.
tujuan
behavioral, yang disebut juga tujuan tertutup, ataupun tujuan
instruksional. Tujuan behavioral biasaya diarahkan pada kegiatan–kegiatan
membaca :
memahami makna kata (word
attack)
keterampilan-keterampilan
studi (study skills)
pemahaman (comprehension).
b.
tujuan
ekspresif atau tujuan terbuka. Tujuan ekspresif ini terkandung dalam
kegiatan-kegiatan :
membaca pengarahan
diri sendiri (elf-directed reading)
membaca penafsiran,
membaca interpretative (interpretative reading),
membaca kreatif
(creative reading).
Tujuan-tujuan diatas dikelompokan
dalam empat sampai tujuh tahap atau tingkatan, yang masing-masing dapat
disamakan dengan tingkat kelas tradisional, seperti dibawah ini :
Wilayah
|
kelas
TK
1
2
3 4
5
6
|
Memahami
kata
|
A
B
C
D
_ _
_
|
Keterampilan
studi
|
A
B
C
D
E F
G
|
Pemahaman
|
A
B
C
D
E F
G
|
Membaca
pengerahan diri
|
(A-C)
(DE) (FG)
|
Membaca
interpretatif
|
(A-C)
(DE) (FG)
|
Membaca
kreatif
|
(A-C)
(DE) (FG)
|
B.
Tingkatan
dan Aplikasi Tujuan
Pada dasarnya aneka tujuan membca
dapat pula dibedakan atas beberapa tingkatan. Krathwohl (1965) telah memggambarkan tiga tingkatan, yaitu :
Pertama, pada
tingkatan yang paling abstrak, tujuan-tujuan itu merupakan
pertanyaan-pertanyaan yang luas dan umum, yang :
a.
menentukan tujuan-tujuan bagi keseluruhan unit sekolah
(misalnya SD, SMP, SMA, SPG),
b.
membimbing serta mengendalikan perkembangan program
dan
c.
memperkenalkan bidang-bidang studi beserta
wilayah-wilayah yang harus di garap.
Kedua, pada
tingkatan yang lebih kongkrit, tujuan-tujuan yang dinyatakan dalam
istilah-istilah behavioral, adalah sangat tepat untuk menganalisis
tujuan-tujuan umum menjadi tujuan-tujuan instruksional khusus.
Ketiga, pada
tingkatan yang paling khusus, tujuan-tujuan itu sedemikian eksplisitnya
sehingga memberikan suatu jalur khusus menuju pencapaian tujuan-tujuan yang
dinyatakan pada tingkatan kedu; tujuan-tujuan tersebut menetapkan jenis
analisis terperinci yang dibutuhkan oleh suatu pendekatan berencanabagi
pengajaran.
C.
Tujuan
Behavior
Tujuan behavioral adalah sasaran
atau hasil yang diinginkan dari proses belajar yang jelas-jelas dinyatakan oleh
perilaku siswa yaitu perilaku atau penampilan yang dapat diamati (Montague
& Butts; 1968 : 12)
Suatu tujuan behavioral yang baik
harus memenuhi beberapa criteria, antara lain :
a.
menggambarkan penampilan siswa yang diinginkan, atau
perilaku;
b.
menentukan tingkat kompetensi, atau criteria atau
tingkat minimum penampilan yang pantas;
c.
dapat menetapkan kondisi-kondisi penampilan.
1. keunggulan
tujuan behavioral
·
Turut serta memperjelas maksud dan sasaran yang hendak
dicapai oleh pr guru mupun para siswa.
·
Tujuan-tujuan khusus membagi-bagi bobot yang luas
ataupun bidang-bidang kurikulum menjadi bagian-bagian atau butir-butir yang
mudah dikelola.
·
Urutan dan susunan isi atau bobot yang hirarkis dapat
disusun atau diatur berdasarkan tujuan.
·
Tujuan behavioral memudahkan penilaian.
·
Tujuan turut membantu dalam organisasi dan pemilihan
bahan pengajaran.
·
Tujuan dapat memainkan peranan penting dalam
pendidikan guru.
·
Tujuan turut menjelaskan peranan penelitian dan
perencanaan dalam pendidikan.
2.
kelemahan tujuan behavioral
·
proses pendidikan (yang diterima di) sekolah berjumlah
jauh lebih banyak dari pada penguasaan isi bobot.
·
Para individu mempunyai berbagai cara yang aneh-aneh
untuk mengatur isi bobot.
·
Tujuan dapat
menyebabkan penekanan yang berlebihan pada keterampilan-keterampilan atas biaya
generealisasi, interpretasi, dan aplikasi.
·
Bidang-bidang isi bobot tertentu tidak membiarkn
dirinya ikut terseret kepada pendekatan behavioral.
·
Tujuan mungkin saja dapat dinyatakan dengan
mengaitkannya dengan kenyataan-kenyataan dalam kelas.
·
Dampak yang
tidak diinginkan mungkin sama saja banyaknya dengan hasil yang diharapkan.
D.
Tujuan
Ekspresif
Suatu tujuan ekspresif tidaklah
menentukan perilaku yang dapat diperoleh sang siswa sesudah terlibat dalam satu
atau lebih kegiatan belajar. Tujuan ekspresif memeriksa suatu pertemuan
pendidikan, untuk :
a)
menetapkan situasi tempat para siswa bekerja;
b)
menentukan masalah yang harus mereka pecahkan;
c)
menentukan tugas yang harus mereka kerjakan; tetapi
sama sekali tidaklah menentukan
apa-apa yang harus mereka pelajari dari pertemuan, dari situasi, dari masalah,
atau dari tugas.
Tujuan ekspresif memberi dorongan
kepada sang guru dan kepada siswa untuk menjelajahi, memeriksa, menunda, atau
memusatkan perhatian kepad masalah-masalah yang benar-benar menarik serta yang
sangat berpengaruh kepada sang pengamat atau sang penanya. Tujuan ekspresif
lebih bersipat evokatif tinimbang preskriptif; lebih bersifat merangsang
tinimbang bersifat menentukan (Eisner; 1969 : 20)
Tujuan ekspresif terebagi atas tiga
jenis :
1. tujuan
pengarahan diri
2. tujuan
interpretative
3. tujuan
kreatif
BAB II
Membaca
Pengerahan Diri
A.
Memilih Buku
Bacaan
Pada tahap pertama penekanan
diletakkan segera, bimbingan kepada para siswa untuk menentukan buku-buku yang
sesuai atau serasi dengan tahap-tahap membaca dan mendorong erta memberikan
latihan praktek yang sistematis dalam hal pengenalan kata dan frase.
Kita sebagai guru harus benar-benar menyadari bahwa melangkah sendiri serta memilih sendiri bahan-bahan bacaan merupakan
dasar bagi falsafah membaca perorangan.
Secara ringkas tahap-tahap penekanan
dapat dibagi atas :
a)
mencari bahan-bahan bacaan
b)
memilih sendiri bahan yang akan dibaca
c)
melangkah sendiri membaca bahan yang telah dipilih.
(Olson
1959)
Keunggulan praktek pemilihan sendiri
bahan-bahan bacaan tentu saja dipengaruhi oleh beberapa factor; antara lain :
Pertama, sang anak
harus mempunyai beberapa minat yang ingin dikembangkan serta dijelajahinya
lebih lanjut dan labih terperinci. Hal ini jelas memikat serta mengikat sang
pribadi pada situasi membaca.
Kedua, haruslah
ad bahan-bahan bacaan yang tersedia yang dapt menjalin serta menyerasikn
minatnya dan yang dapat dibacanya secara bebas dan berdikari. (Heilman, 197 :
391)
Agar sang guru dapat membimbing para
siswa terampil memilih bahan bacaan maka harus pula dijelaskan bahwa pada
dasarnya bacan itu terbagi atas :
a. bacaan ilmiah
b. bacaan sastra
mengenai tujuan pengajaran sastra
pada tingkat Sekolah Dasar, pada prinsipnya harus mencakup empat hal yaitu :
a) memperkaya pribadi,
b) mengembangkan pandangan dan
pengertian,
c) menyebarluaskn kebudayaan,
d) memupuk serta meningkatkan
apresiasi membaca.
(Greene & Petty, 1971 : 503).
Apakah
dengan pertanyaan atau pernyataan, sang guru haruslah yakin bahwa dia mempunyai
tujuan khusus dalam benaknya. Dia harus yakin bahwa tujuan-tujuan tersebut:
a)
sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan anak didiknya
b)
berpusat
pada siswa, bukan berpusat pada guru
c)
cukup luas
dan cukup memperhatikan perbedaan-perbedaan individual
Agar kita dpat mengembangkan serta
meningkatkan apresiasi sastra para siswa, maka kita harus meningkatkan sejumlah
ketermpilan. Daftar keterampilan berikut ini dapat digunakan sebagai dasar bagi
perencanaan kurikulum sastra di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan :
A. memahami tipe-tipe sastra.
a. Membedakan prosa dari puisi.
b. Membedakan fiksi dan non-fiksi.
c. Mengenal cerita rakyat, fabel,
mite.
d. Mengenal fiksi realitas
e. Mengenal fiksi histories
f. Mengenal fantasi.
B. memahami komponen-komponen fiksi:
a. Mengenal struktur plot (alur)
b. Mengenal klimaks cerita.
c. Mengenal gambaran dan
perkembangan tokoh.
d. Mengenal tema cerita.
e. Mengenal latar.
f. Mengenal gaya bahasa pengarang.
g. Mengenal sudut pandangan (point
of view)
C. memahami komponen-komponen puisi :
a. Menentukan maksud pengarang.
b. Mengevaluasi latar.
c. Mengevaluasi alur.
d. Mengevaluasi penokohan, karakterisasi.
e. Mengevaluasi gaya penulisan.
f. Mengevaluasi pandangan.
g. Mengevaluasi tema.
(Harlin, 1980 : 412 3,
cf. Huck Khun, 1968 : 68891).
Tujuan pengajaran sastra adalah
meningkatkan apresiasi sastra dan dengan demikian memungkinkan para siswa
menikmatinya dengn lebih mantap dan lebih mesra. Apresiasi sastra dapt
mengembangkan melalui membaca nyaring dan membaca dalam hati, menyimak serta
mendiskusikan cerita-cerita dan buku-buku.
B.
Kecepatan
Membaca
Factor yang turut mempengaruhi
kecepatan membaca; antara lain :
a) tingkat kesulitan bahan bacaan.
b) keakraban dan rasa ingin tahu
terhadap pokok permasalahan.
c) kebiasaan-kebiasaan membaca.
(farr & roser, 1979 : 357)
Menurut
penelitian pembaca dewasa, kecepatan membacanya berkisar antara 900-1000 kata
per menit. Dan khusus bagi sisw tingkat Sekolah Dasar adalah :
Kelas
1
: 60 - 80 kata per menit
Kelas
2
: 90 - 110
Kelas 3
: 120 - 140
Kelas
4 : 150
- 160
Kelas
5 : 170
- 180
Kelas
6 : 190
- 250
Teknik
membaca :
a.
skimming atau membaca sekilas,
b.
scanning atau membaca sepintas,
c.
close reading atau membaca teliti.
1. Membaca
sekilas (skimming).
Membaca
sekilas adalah suatu tipe membaca, dengan cara meliputi atau menjelajah bahan
bacaan secara cepat agar dapat memetik ide-ide utama. Alasan membaca sekilas :
- Menemukan sepenggal informasi
khusus dalam suatu alinea, paragraph, kutipan, atau acuan.
- Memetik secara cepat ide pokok dsn
butir-butir yang amat penting dari bacaan tertentu.
- Memeriksa apakah bahan itu dapat
diloncti atau dilampaui saja, atau memang harus dipetik karena sangat penting.
(Judson, 1927 : 144)
- Memanfaatkan waktu setepat
mungkin, karena pembaca memang sibuk dan kekurangan waktu. Dengan kata lain :
karena paksaan waktu. (Farr & Roser, 1979 :358)
2. Membaca
sepintas (scanning)
Adalah suatu
teknik pembacaan sekilas tetapi dengan teliti dengan maksud untuk menemukan
informasi khusu, informasi tertentu dari bahan bacaan. Scanning dipergunakan
bila kita ingin secara cepat menemukan sesuatu kata, fakta, tanggal, nama, dan
sebagainya.
3. Membaca
Teliti (close reading)
Adalah cara
dan upaya untuk memperoleh pemahaman sepenuhnya atas suatu bahan bacaan. Ada
beberapa tujuan yang ingin dicapai dengan membaca teliti :
·
mengingat dan mmahami ide-ide pengarang.
·
menganalisis para tokoh.
·
memahami konsep-konsep khusus.
·
melukiskan hubungan-hubungan.
·
mencari pola-pola.
·
menganalisis gaya.
Membaca
teliti isi bacaan biasanya mengandung makna bahwa sang pembaca :
a.
Berusaha
memahami organisasi, hubungan ide-ide bawahan dengan ide-ide utama.
b.
Berusaha merangkaikan atau menjalin informasi yang
baru saja diperoleh ke dalam suatu kerangka yang telah ada (Farr & Roser,
1979 : 359)
C. Mengikuti Petunjuk
Ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi oleh petunjuk-petunjuk atau pengarahan yang akan diikuti oleh para
siswi :
- petunjuk-petunjuk itu harus sederhana dan
jelas.
- struktur kalimat petunjuk itu harus berada dalam
jangkauan pengalaman pembaca.
- dalam satu kalimat hendaknya terdapat satu (dan
tidak boleh lebih) petunjuk khusus.
- kalau ide-ide digabungkan dalam satu kalimat maka
klausa-klausa hendaknya berisi/memuat kata penghubung yang dapat dipahami dan
ditangani oleh para siswa.
- kalau mungkin maka sebaiknya dihindari
penggunaan-penggunaan kata ganti, yang dapat membingungkan para siswa. (Smith
& Robinson, 1980 : 347 cf farr & Roser, 1976 : 138)
Kegiatan membaca terarah
direncanakan untuk membantu para siswa membaca bahan-bahn yang berada pad
tingkat baca yang lebih cenderung pada segi intruksional tinimbang pada segi
keberdikarian.
Pelajaran membaca terarah dapat
terdiri dari kegiatan berikut :
1. persiapan
untuk membaca
- menghubungkn alasan-alasan membaca dengan
pengalaman-pengalaman para siswa.
- memperkenalkan serta menjelaskan ucapan dan makna
kata-kata sulit.
- menerangkan konsep-konsep yang sulit dan rumit.
- menentukan maksud dan tujuan membaca.
2. membaca
dan diskusi
- memeriksa makna-makna harafiah dan
yang bersifat kedimpulan.
- memeriksa dan menguji kebenaran
informasi dan gagasan-gagasan.
3.
mengembangkan dan mempraktekkan keterampilan-keterampilan.
4.
mempergunakan dan memperluas informasi dan gagasan-gagasan. (Karlin ;
1980 :345).
D.
Mengarahkan
Diri Sendiri
Para siswa sudah dapat kita katakana
berdiri sendiri bila mereka sudah dapat mengarahkan dirinya sendiri dalam
hal-hal berikut :
1. memilih buku-buku yang sesuai dengan
kemampuan membaca berdikari dan memperhalus keotomatisan.
2. mengatur serta menyesuaikan kecepatan membac dengan
tujuan yang hendak dibaca.
3. memberi responsi secara berdikari kepada
petunjuk-petunjuk tertulis dalam suatu tugas.
4. memperagakan pengarahan diri sendiri dengan :
a. mendapatkan jawaban-jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan secara berdikari, dan
b. menata serta mengatur waktu secara berdikari untuk
menyelesaikan sesuatu tugas dalam masa yang telah tersedia.
5. memanfaatkan fasilitas-fasilitas perpustakaan
secara dikari yang sesuai dengan maksud dan tujuan pribadi. (Otto &
Chaster, 1976,1976 : 166).
E.
Memanfaatkan
Perpustakaan
Menurut Sistem
Desimal Dewey, segala buku yang ada dalam perpustakan dibagi atas 10
kelompok utama dan setiap kelompok diberi nomor.
BAB III
Membaca Interpretatif
Membaca interpretatif bertujuan agar
para siswa mampu menginterpretasi atau menafsirkan maksud pengarang, apakah
karangan itu fakta atau fiksi, sifat-sifat tokoh, reaksi emosional, gaya bahasa
dan bahasa kias, sert dampak-dampak cerita tersebut terhadap pembacanya.
A.
Maksud
Pengarang
Seorang pengarang menulis sadar atau
tidak sadar sang pengarang sebenarnya mempunyai maksud-maksud tertentu dengan
karyanya itu.Secara garis besarnya karya tulis dapat berupa :
1. narasi
2. deskripi
3. persuasi
4. eksposisi (Tarigan, 1982 : 77)
Menurut Tarigan ada enam jenis nada
tulisan. Yaitu:
a)
Nada
akrab
Tulisan yang bernada akrab membuahkan tulisan yang
bersifat pribadi. Tulisan pribadi adalah suatu bentuk tulisan yang memberikan
sesuatu yang paling menyenangkan dalam penjelajahan diri pribadi penulis.
Secara lebih terperinci, tulisan pribadi dapat
berbentuk:




b)
Nada
penerangan
Tulisan seperti ini biasanya bernada penerangan, bersifat
informative, dan membutuhkan tulisan yang bersifat deskriptif atau bersifat
memerikan.
c)
Nada
penjelas
Tulisan yang bernada penjelas biasa disebut tulisan
penyingkap yang berbeda dari tulisan bernada penerangan karena tujuannya tidak
hanya sekedar menceritakan, memerikan, ataupun meyakinkan, tetapi justru
menjelaskan sesuatu pada pembaca.
d)
Nada
pendebat
Bila pengarang mempergunakan nada mendebat atau nada
argumentative maka hasilnya adalah karya tulis persuasif.
Menurut Tarigan ada empat ciri-ciri
karya persuasi:




e)
Nada
kewenangan
Tulisan yang bernada kewenangan menghasilkan karya
ilmiah. Ada tiga jenis karya ilmiah, masing-masing dengan kewenangan tertentu,
yaitu:



B.
Fakta atau
Fiksi
Perbedaan utama antara fiksi dan
nonfiksi terletak pada tujuan maksud dan tujuan dari cerita atau narasi yang
nonfiksi, seperti sejarah, biografi, cerita berita, dan cerita perjalanan,
adalah untuk mnciptakan kembali (to re-create) apa-apa yang telah terjadi
secara actual. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa :
Ø Narasi
nonfiksi mulai dengan mengatakan “ini semua adalah fakta-fakta”, sedangkan
narasi fiksi mulai dengan mengatakan “kalau seandainya ini semua adalah
fakta-fakta, (maka beginilah yang akan atau harus terjadi).
Ø Cerita
nonfiksi bersifat aktualitas (apa-apa yang benar terjadi), sedangkan cerita
fiksi bersifat realitas (apa-apa yang dapat terjadi).
C.
Sifat-sifat
Tokoh
Menurut E. Fromm setiap pribadi
mengandung inti, yang mempunyai kecenderungan dan ciri-ciri khusus.
Kecenderungan inti pribadi adalah upaya untuk mengekspresikan atau mengungkapkn
hakekat kemanusiaan seseorang.
Bobot hakekat kemanusiaan
diekspresikan sebagai :
·
kebutuhan-kebutuhan akan hubungan (mengadakan kontak
dengan orang lain dan alam sekitar);
·
transendens (berpisah dari orang lain dan
benda-benda);
·
ketergantungan (mempunyai rasa rindu);
·
identitas (mengenali dan mengetahui siapa dan ap
seseorang sesuatu itu);
·
kerangka acuan (mempunyai cara yang stabil untuk
mengenal dan memahami dunia).
Khusus mengenai hubungan antar orang
tua dan anak, terdapat tiga tipe hubungan, yaitu :
1. hubungan simbiotik,
2. sifat merusak secara diam-diam, dan
3. cinta.
Berdasarkan klasifikasi
ciri-cirinya, maka setiap pribadi mempunyai orientasi tertentu. Orientasi yang
terpenting adalah :
1. Orientasi reseptif atau orientasi
mau menerima saja.
2. Orientasi eksploitatif atau
orientasi yang bersifat memeras, menghisap.
3. Orientasi penimbunan atau
orientasi yang bersifat menumpuk, menimbun.
4. Orientasi perdagangan
5. Orientasi produktif.
D.
Reaksi
Emosional
Dua aspek reaksi emosional :
a. reaksi
emosional sang pembaca pada aneka tipe karya sastra; dan
b. reaksi-reaksi
emosional terhadap para tokoh di dalam karya sastra itu.
Emosi dapat mempengaruhi kita dalam
kehidupan. Mengenai hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara
lain :
a. emosi dapat
menambah kesenangn terhadap pengalaman sehari-hari.
b. emosi
mempersiapkan tubuh kita untuk peran tertentu.
c. ketegangan
emosi mengganggu keterampilan motoris.
d.
emosi dapat bertindak sebagai suatu bentuk komunikasi.
e. emosi dapat
mengganggu kegiatan-kegiatan mental.
f. emosi dapat bertindak
sebagai sumber-sumber penilaian social dan penilaian diri sendiri.
g. emosi dapat
mewarnai pandangan dan harapan anak-anak terhadap hidup ini.
h. emosi
mempengaruhi interaksi social.
i.
emosi meninggalkan dampaknya pada ekspresi wajah air
muka dan mimik.
j.
emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis
k. responsi-responsi
emosional kalau berlangung berulang-ulang dapat berkembang menjadi kebiasaan.
Ciri-ciri khas emosi, antara lain :
a. emosi biasanya
kuat, hebat, berapi-api.
b. emosi
sering-sering kelihatan muncul.
c. emosi
biasanya bersifat sementara, tidak kekal.
d. responsi-responsi
mencerminkan kepribadian.
e. emosi sering
berganti kekuatan.
f. emosi dapat
ditemukan dengan gejala-gejala tingkah laku.
E.
Gaya Bahasa
Berbagai gaya bahasa dapat
dimanfaatkan untuk mencapai tujuan sang pengarang, antara lain :
a. Aliterasi
(pengulangan bunyi-bunyi yang sama)
“ Datanglah damai dari dara-dara dambaan.”
b. Antanaklasis
(pengulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda)
“ Kutanam kembang tanjung di tanjung pantai hatimu.”
c. Antitesis (perbandingn
dua buah kat yang berantonim, yang berlwanan makna).
“kaya
dan miskin, pintar dan tolol, sama
saja di mata Tuhan.”
d. Kiasmus
(pengulangan serta inverse hubungan antara dua kata dalam kalimat)
“yang pintar merasa dirinya bodoh,
tetapi yang bodoh justru menganggap
dirinya pintar.”
e. Oksimoron
(pembentukan suatu hubungn sintaksis antara dua buah antonim)
“kemerdekaan, dikau memberi kebebasan, menuntut pengorbanan.”
f. paralipsis
(suatu rumusan yang dipergunakan untuk mengumumkan bahwa seseorang tidak mengatakan
apa yang dikatakannya dalam kalimat itu sendiri)
“Biarlah umum mendengar peryataan
ini, yang (maafkan saya) tidak akan saya bcakan di sini.”
g. paronomasia
(penjajaran kata-kata yang bersamaan bunyi tetapi berbeda makna)
“saya tidak mau menerima ban tuan sebagai bantuan yang berharga.”
“Antarkan kemeja ini ke meja itu.”
h. Silepsis
(penggunaan sebuah kata yang mempunyai lebih dari satu makn dan berpartisipasi
dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis)
“pendeknya, jangan lagi kaugantungkan dirimu padaku.
“Aku tiada kaitan denganmu lagi.”
i.
Zeugma (koordinasi ketabahasaan dua kata yang
mempunyai makna yang berbeda).
“Dalam hal ini kita harus bertindak kongkrit dan abstrak.”
(disarikan dari Ducrot & Todorov, 1981 : 277 – 9;
Tarigan, 1982 : 166 – 8)
F.
Dampak Cerita
Setiap cerita dapat dibagi atas lima
bagian, yaitu :
a. situation
(pengarang mulai melukiskan suatu keadaan atau situasi);.
b. generating
circumstances (peristiwa yang bersangkutpaut, yang berkait-kaitan mulai
bergerak);
c. rising
action (keadan mulai memuncak).
d. climax
(peristiwa-peristiwa mulai memuncak)
e. denouement
(pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa). (Lubis, 1960, :
16-17, Tarigan, 1982a : 90)
Unsur-unsur
alur :
1. Expoisition
(pengenalan para tokoh, penyajian sudut pandang)
2.
Complication (peristiwa permulan yang menimbulkan
beberapa masalah)
3. Rising
action (keterlibatan pada saat bertambahnya kesukaran atau kendala)
4. Turning
point (klimaks atau titik emosi)
5. Ending
(penjelasan peristiwa-peristiwa, bagaimana caranya pra tokoh itu dipengaruhi
dan apa yang terjadi atas diri mereka masing-masing)
(Adelstein & Pival, 1976 . 470 – 1).
N. Friedman, pengarang buku from and meaning in fiction pernah mengadakan klasifikasi yang agak
terperinci mengenai alur :
&
Alur
peruntungan:
·
Alur
gerak
·
Alur
pedih
·
Alur
tragis
·
Alur
penghukuman
·
Alur
sinis
·
Alur
sentimental
·
Alur
kekaguman
&
Alur
penokohan
·
Alur
kedewasaan
·
Alur
perbaikan
·
Alur
pengujian
·
Alur
pemikiran
&
Pendidikan
·
Alur
penyingkapan rahasia
·
Alur
perasaan sayang
·
Alur
kekecewaan
BAB IV
Membaca
Kreatif
Membaca kreatif bertujun agar par
siswa termpil berkreasi dalam hal-hal dramatisasi, interpretasi lisan atau
musik, narasi pribadi, ekspresi tulis, dan ekspresi visual.
Panca untai kegiatan membaca kreatif
A.
Dramatisasi
Tiga hal tentang dramatisasi :
a. prinsip-prinsip
kritik drama
b. unur-unsur
drama
c. jenis-jenis
drama.
1.
prinsip-prinsip
Kritik Drama
Pada abad ke-18, seorang dramawan
jerman yang bernama Goethe memformulasikan tiga prinsip kritik drama, yang
sangat terkenal yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Ketiga prinsip itu,
yang biasa disebut “Prinsip Goethe” adalah sebagai berikut :
Apakah yang hendak dilakukan oleh seniman?
Betapa baiknya dia melakukan hal itu?
Bermanfaatkah hal itu dilakukan?
2.
Unsur-unsur Drama
·
Alur
(plot)
·
Penokohan
·
Dialog
·
Aneka
sarana kesastraan dan kedramaan
3.
jenis-jenis
drama
Tragedi, dengan ciri-ciri :
Ø sebuah lakon
sedih, atau lakon tragis haruslah mengenai suatu subjek yang serius.
Ø Seorang
pahlawan atau pelaku utama haruslah merupakan seseorang tahu pesona yang
memiliki sifat-sifat kepahlawanan, sifat-sifat yang gagah berani.
Ø Tiada
kepercayaan besar yang harus diletakan pada kesempatan ataupun kejadian yang
kebetulan saja; peristiwa-peristiwa atau insiden-insiden itu haruslah jujur,
murni. Apa-apa yang akan terjadi haruslah terjadi.
Ø Rasa kasihan
dan takut merupakan emosi-emosi dasar pada lakon itu: kasedihan kepada pelaku
utama dalam pensderitaanya, dan takut kalau-kalau pencobaan yang sama datang
pula kepada kita. Akan tetapi dari kekalahan serta kegagalannya itu, timbullah
katarsis atau perasaan terharu, ataupun pembersih terhadap emosi-emosi tersebut
pada penonton.
Komedi, dengan ciri-ciri :
Ø lakon ini
mungkin mengenai suatu subjek yang serius ataupun yang ringan, tetapi
senantiasa memperlakukan subjeknya pada taraf dan nada yang ringan.
Ø Lakon ini
mengenai peristiwa-peristiwa yang bertaraf, baik mungkin maupun besar
kemungkinan terjadi.
Ø Apa-apa yang
terjadi muncul dari tokoh dan bukan dari situasi.
Ø Gelak tawa
yang ditimbulkan oleh lakon ini adalah sejenis gelak-tawa atau kelucuan yang
“bijaksana”
Melodrama, dengan ciri-ciri :
Ø mengetengahkan
serta menampilkan suatu subjek yang serius, tetapi para tokohnya tidaklah
seotentik atau sama otentiknya dengan para tokoh yang terdapat pada tragedi.
Ø Unsur
kesempatan atau kejadian yang kebetulan ada masuk ke dalamnya.
Ø Emosi atau
rasa kasihan memang ditimbulkan, tetapi cenderung kearah sentimentalitas.
Kalaupun ada, sedikit sekali rasa ketakutan yang ditimbulkan.
Ø Seorang
pahlawan senantiasa memenangkan perjuangannya.
Farce
Farce erat
berhubungan dengan komedi. Tokoh-tokoh dan iniden-insiden dalam suatu farce
memang dibesar-besarkan, dilebih-lebihkan, dan penekanan lebih dititik beratkan
pada alur ketimbang tokoh. Farce dengan ciri-ciri :
Ø peristiwa
dan tokoh yang terdapat dalam lakon ini memang mungkin ada, tetapi tidak begitu
besar kemungkinannya.
Ø Menimbulkan
kelucuan yang tidak karuan
Ø Bersifat
episodik, memerlukan kepercayaan hanya pada saat itu saja.
Ø Segala yang
terjadi timbul dari situasi, bukan dari tokoh.
B.
Interpretasi
Lisan atau Musik
Agar para siswa dapat dilatih
menginterpretasi sepenggal bacaan sastra dengan tepat secara lisan dan musik.
Dari segi nada, maka pada umumnya
musik dapat diklasifikasikan atas :
a) musik atau
lagu minor
b) musik atau
lagu mayor
Ditinjau dari segi tempo, maka pada
umumnya lagu atau musik dapat dklasifikasikan atas :
a) tempo lambat
b) tempo sedang
c) tempo
cepat
Jenis-jenis tempo lagu atau music:
Tempo Cepat :
·
prestissimo (secepat-cepatnya)
·
Presto (sangat cepat sekali)
·
Vivace (sangat cepat)
·
allegro assasi (lebih cepat dari pada allegro)
·
allegro ( cepat)
Tempo Sedang
:
·
animato (hidup,riang)
·
allegrato (enteng, gembira, sedap)
·
moderato (sedang)
Tempo Lambat :
·
andantino (sedikit lebih cepat dari pada andante)
·
andante (agak lambat)
·
adagio (lambat, sedikit lebih cepat dari pada lento)
·
lento (lambat)
·
largo (lambat sekali)
·
grave (sangat lambat sekali).
(usman,
dkk;1983 : 67-69)
C.
Narasi
Pribadi
Kegiatan ini berhubungan sekali
dengn pengisahan cerita atau storytelling.
Yang pada tahap pertama, para siswa diberi kesempatan untuk menciptkan dan
menghubungkan cerita-cerita berdasarkn alur, gagasan, ide, peristiw, tu
tokoh-tokoh dri bacaan mereka. Pada tahap kedua, keterampilan itu selanjutnya
dikembangkan dengan cara mendorong par siswa menciptakan cerita-cerita
berdasarkn pengalaman-pengalaman mereka tetapi dirangsng oleh sesuatu yang
berasal dari bacaan mereka. Dan pada tahap berikutnya, para sisw membaca
cerita-cerita, lalu menghubung-hubungkannya setelah mengadakan
perubahan-perubahaan untuk mengubah beberapa aspek seperti suasana hati, nda
dan dampak cerita. Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan fiksi,
misalnya :
Berdasarkan bentuk :
·
novel
·
novelette
·
short story
·
short short story
·
vignette
(Notosusanto; 1957 :
29)
·
Berdasarkan isi :
·
Impresionisme
·
nomantik
·
realisme
·
sosialis-realisme
·
realisme sebenarnya
·
naturalisme
·
ekspresionisme
·
simbolisme
(Lubis; 1960: 38 – 45).
D.
Ekspresi
Tulis
Ekspresi tulis direncanakan untuk
memberi kesempatn kepada para siswa untuk mengekspresikan diri mereka dalam
karya tulis. Pada tahap pertama, para siswa berlatih mempraktekan ekpresi
kreatif dengan cara menulikan kembali cerita-cerita yang telah mereka baca. Pada
tahap kedua, para siswa menulis cerita-cerita dan lakon-lakon asli yang
menghubungkan beberapa aspek sastra dengan pengalaman-pengalaman pribadi atau
situasi-situasi kontemporer. Pada tahap ketiga, para siswa disuruh dan didorong
untuk menuliskan kembali penggalan-penggalan sastra pilihan dengan cara merubah
aspek-aspek yang kitannya dengan suasana hati, nada, gaya, mode, atau
dampak cerita.
E.
Ekspresi
Visual
Kegiatan ini pada tahap pertama
dengan cara menampakan kegiatn-kegiatan yang memberi kesempatan kepada para
siswa untuk menciptakan suatu karya atau produk visual, seperti suatu gambar
atau model tanah liat, yang menggambarkan suatu adegan, obyek, tokoh, atupun
gagasn yang berasal dari bacaan mereka. Pada tahap kedua, para siswa
menciptakan gambaran-gambaran visual yang menghubungkan beberapa aspek bacaan
mereka dengan pengalaman-penglaman pribadi ataupun dengan situasi-situsi
kontemporer. Pada tahap berikutnya. Para siswa merubah aspek-spek bacaan
mereka, misalnya suasana hati, mode, dan danpak melalui gambaran-gambaran
visual.
0 komentar:
Posting Komentar