Senin, 29 September 2014



BAB I
Pengajaran Membaca Berdasarkan Tujuan

A.    Tujuan Pengajaran Membaca
Upaya untuk memanfaatkan keterampilan dasar dan tujuan tertentu sebagai sarana untuk meningkatkan pengajaran membaca jelas merupakan kecenderungn yang positif. Alasannya antara lain :
a.       pengenalan aneka tujuan dalam pengajaran membaca akan mendorong para guru untuk berperan sebagai fasilitator.
b.      Penerimaan serta pengakuan terhadap pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada tujuan dalam pengajaran membaca dari pihak guru adalah sejalan dengan kecenderungan terhadap adanya pertanggungjawaban yang lebih besar dalam pendidikan. Artinya segala sesuatu yang dilakukan itu dapat dipertanggungjawabkan dari segala pihak (orang tua, pendidik, siswa).
Secara garis besar kegiatan membaca mempunyai dua maksud utama, yaitu :
a.       tujuan behavioral, yang disebut juga tujuan tertutup, ataupun tujuan instruksional. Tujuan behavioral biasaya diarahkan pada kegiatan–kegiatan membaca :
  memahami makna kata (word attack)
  keterampilan-keterampilan studi (study skills)
  pemahaman (comprehension).
b.      tujuan ekspresif atau tujuan terbuka. Tujuan ekspresif ini terkandung dalam kegiatan-kegiatan :
   membaca pengarahan diri sendiri (elf-directed reading)
   membaca penafsiran, membaca interpretative (interpretative reading),
   membaca kreatif (creative reading).
Tujuan-tujuan diatas dikelompokan dalam empat sampai tujuh tahap atau tingkatan, yang masing-masing dapat disamakan dengan tingkat kelas tradisional, seperti dibawah ini :
Wilayah
kelas
TK       1        2        3         4        5        6
Memahami kata
    A        B        C        D        _        _        _
Keterampilan studi
    A        B        C        D        E        F       G
Pemahaman
    A        B        C        D        E        F       G
Membaca pengerahan diri
           (A-C)                   (DE)            (FG)
Membaca interpretatif
           (A-C)                   (DE)            (FG)
Membaca kreatif
           (A-C)                   (DE)            (FG)

B.     Tingkatan dan Aplikasi Tujuan
Pada dasarnya aneka tujuan membca dapat pula dibedakan atas beberapa tingkatan. Krathwohl (1965) telah memggambarkan tiga tingkatan, yaitu :
Pertama, pada tingkatan yang paling abstrak, tujuan-tujuan itu merupakan pertanyaan-pertanyaan yang luas dan umum, yang :
a.       menentukan tujuan-tujuan bagi keseluruhan unit sekolah (misalnya SD, SMP, SMA, SPG),
b.      membimbing serta mengendalikan perkembangan program dan
c.       memperkenalkan bidang-bidang studi beserta wilayah-wilayah yang harus di garap.
Kedua, pada tingkatan yang lebih kongkrit, tujuan-tujuan yang dinyatakan dalam istilah-istilah behavioral, adalah sangat tepat untuk menganalisis tujuan-tujuan umum menjadi tujuan-tujuan instruksional khusus.
Ketiga, pada tingkatan yang paling khusus, tujuan-tujuan itu sedemikian eksplisitnya sehingga memberikan suatu jalur khusus menuju pencapaian tujuan-tujuan yang dinyatakan pada tingkatan kedu; tujuan-tujuan tersebut menetapkan jenis analisis terperinci yang dibutuhkan oleh suatu pendekatan berencanabagi pengajaran.
C.    Tujuan Behavior
Tujuan behavioral adalah sasaran atau hasil yang diinginkan dari proses belajar yang jelas-jelas dinyatakan oleh perilaku siswa yaitu perilaku atau penampilan yang dapat diamati (Montague & Butts; 1968 : 12)
Suatu tujuan behavioral yang baik harus memenuhi beberapa criteria, antara lain :
a.       menggambarkan penampilan siswa yang diinginkan, atau perilaku;
b.      menentukan tingkat kompetensi, atau criteria atau tingkat minimum penampilan yang pantas;
c.       dapat menetapkan kondisi-kondisi penampilan.
1.      keunggulan tujuan behavioral
·         Turut serta memperjelas maksud dan sasaran yang hendak dicapai oleh pr guru mupun para siswa.
·         Tujuan-tujuan khusus membagi-bagi bobot yang luas ataupun bidang-bidang kurikulum menjadi bagian-bagian atau butir-butir yang mudah dikelola.
·         Urutan dan susunan isi atau bobot yang hirarkis dapat disusun atau diatur berdasarkan tujuan.
·         Tujuan behavioral memudahkan penilaian.
·         Tujuan turut membantu dalam organisasi dan pemilihan bahan pengajaran.
·         Tujuan dapat memainkan peranan penting dalam pendidikan guru.
·         Tujuan turut menjelaskan peranan penelitian dan perencanaan dalam pendidikan.
2.      kelemahan tujuan behavioral
·         proses pendidikan (yang diterima di) sekolah berjumlah jauh lebih banyak dari pada penguasaan isi bobot.
·         Para individu mempunyai berbagai cara yang aneh-aneh untuk   mengatur isi bobot.
·         Tujuan dapat menyebabkan penekanan yang berlebihan pada keterampilan-keterampilan atas biaya generealisasi, interpretasi, dan aplikasi.
·         Bidang-bidang isi bobot tertentu tidak membiarkn dirinya ikut terseret kepada pendekatan behavioral.
·         Tujuan mungkin saja dapat dinyatakan dengan mengaitkannya dengan kenyataan-kenyataan dalam kelas.
·         Dampak yang tidak diinginkan mungkin sama saja banyaknya dengan hasil yang diharapkan.
D.    Tujuan Ekspresif
Suatu tujuan ekspresif tidaklah menentukan perilaku yang dapat diperoleh sang siswa sesudah terlibat dalam satu atau lebih kegiatan belajar. Tujuan ekspresif memeriksa suatu pertemuan pendidikan, untuk :
a)      menetapkan situasi tempat para siswa bekerja;
b)      menentukan masalah yang harus mereka pecahkan;
c)      menentukan tugas yang harus mereka kerjakan; tetapi sama sekali tidaklah menentukan apa-apa yang harus mereka pelajari dari pertemuan, dari situasi, dari masalah, atau dari tugas.
Tujuan ekspresif memberi dorongan kepada sang guru dan kepada siswa untuk menjelajahi, memeriksa, menunda, atau memusatkan perhatian kepad masalah-masalah yang benar-benar menarik serta yang sangat berpengaruh kepada sang pengamat atau sang penanya. Tujuan ekspresif lebih bersipat evokatif tinimbang preskriptif; lebih bersifat merangsang tinimbang bersifat menentukan (Eisner; 1969 : 20)
Tujuan ekspresif terebagi atas tiga jenis :
1.      tujuan pengarahan diri
2.      tujuan interpretative
3.      tujuan kreatif








BAB II
Membaca Pengerahan Diri

A.    Memilih Buku Bacaan
Pada tahap pertama penekanan diletakkan segera, bimbingan kepada para siswa untuk menentukan buku-buku yang sesuai atau serasi dengan tahap-tahap membaca dan mendorong erta memberikan latihan praktek yang sistematis dalam hal pengenalan kata dan frase.
Kita sebagai guru harus benar-benar menyadari bahwa melangkah sendiri serta memilih sendiri bahan-bahan bacaan merupakan dasar bagi falsafah membaca perorangan.
Secara ringkas tahap-tahap penekanan dapat dibagi atas :
                        a)      mencari bahan-bahan bacaan
                        b)      memilih sendiri bahan yang akan dibaca
                        c)      melangkah sendiri membaca bahan yang telah dipilih.
     (Olson 1959)
Keunggulan praktek pemilihan sendiri bahan-bahan bacaan tentu saja dipengaruhi oleh beberapa factor; antara lain :
Pertama, sang anak harus mempunyai beberapa minat yang ingin dikembangkan serta dijelajahinya lebih lanjut dan labih terperinci. Hal ini jelas memikat serta mengikat sang pribadi pada situasi membaca.
Kedua, haruslah ad bahan-bahan bacaan yang tersedia yang dapt menjalin serta menyerasikn minatnya dan yang dapat dibacanya secara bebas dan berdikari. (Heilman, 197 : 391)
Agar sang guru dapat membimbing para siswa terampil memilih bahan bacaan maka harus pula dijelaskan bahwa pada dasarnya bacan itu terbagi atas :
a. bacaan ilmiah
b. bacaan sastra
mengenai tujuan pengajaran sastra pada tingkat Sekolah Dasar, pada prinsipnya harus mencakup empat hal yaitu :
a) memperkaya pribadi,
b) mengembangkan pandangan dan pengertian,
c) menyebarluaskn kebudayaan,
d) memupuk serta meningkatkan apresiasi membaca.
(Greene & Petty, 1971 : 503).
Apakah dengan pertanyaan atau pernyataan, sang guru haruslah yakin bahwa dia mempunyai tujuan khusus dalam benaknya. Dia harus yakin bahwa tujuan-tujuan tersebut:
a)      sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak didiknya
b)      berpusat pada siswa, bukan berpusat pada guru
c)      cukup luas dan cukup memperhatikan perbedaan-perbedaan individual
Agar kita dpat mengembangkan serta meningkatkan apresiasi sastra para siswa, maka kita harus meningkatkan sejumlah ketermpilan. Daftar keterampilan berikut ini dapat digunakan sebagai dasar bagi perencanaan kurikulum sastra di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan :

A.  memahami tipe-tipe sastra.
a. Membedakan prosa dari puisi.
b. Membedakan fiksi dan non-fiksi.
c. Mengenal cerita rakyat, fabel, mite.
d. Mengenal fiksi realitas
e. Mengenal fiksi histories
f. Mengenal fantasi.

B.  memahami komponen-komponen fiksi:
a. Mengenal struktur plot (alur)
b. Mengenal klimaks cerita.
c. Mengenal gambaran dan perkembangan tokoh.
d. Mengenal tema cerita.
e. Mengenal latar.
f. Mengenal gaya bahasa pengarang.
g. Mengenal sudut pandangan (point of view)
C. memahami komponen-komponen puisi :
a. Menentukan maksud pengarang.
b. Mengevaluasi latar.
c. Mengevaluasi alur.
d. Mengevaluasi penokohan, karakterisasi.
e. Mengevaluasi gaya penulisan.
f. Mengevaluasi pandangan.
g. Mengevaluasi tema.
   (Harlin, 1980 : 412 3, cf. Huck Khun, 1968 : 68891).
Tujuan pengajaran sastra adalah meningkatkan apresiasi sastra dan dengan demikian memungkinkan para siswa menikmatinya dengn lebih mantap dan lebih mesra. Apresiasi sastra dapt mengembangkan melalui membaca nyaring dan membaca dalam hati, menyimak serta mendiskusikan cerita-cerita dan buku-buku.
B.     Kecepatan Membaca
Factor yang turut mempengaruhi kecepatan membaca; antara lain :
a) tingkat kesulitan bahan bacaan.
b) keakraban dan rasa ingin tahu terhadap pokok permasalahan.
c) kebiasaan-kebiasaan membaca. (farr & roser, 1979 : 357)
Menurut penelitian pembaca dewasa, kecepatan membacanya berkisar antara 900-1000 kata per menit. Dan khusus bagi sisw tingkat Sekolah Dasar adalah :            Kelas 1         :       60 -   80  kata per menit
Kelas 2         :       90 -  110
Kelas 3         :     120 -  140
Kelas 4         :     150 -  160
Kelas 5         :     170 -  180
Kelas 6         :     190 -  250
Teknik membaca :
a.       skimming atau membaca sekilas,
b.      scanning atau membaca sepintas,
c.       close reading atau membaca teliti.
1.      Membaca sekilas (skimming).
Membaca sekilas adalah suatu tipe membaca, dengan cara meliputi atau menjelajah bahan bacaan secara cepat agar dapat memetik ide-ide utama. Alasan membaca sekilas :
- Menemukan sepenggal informasi khusus dalam suatu alinea, paragraph, kutipan, atau acuan.
- Memetik secara cepat ide pokok dsn butir-butir yang amat penting dari bacaan tertentu.
- Memeriksa apakah bahan itu dapat diloncti atau dilampaui saja, atau memang harus dipetik karena sangat penting. (Judson, 1927 : 144)
- Memanfaatkan waktu setepat mungkin, karena pembaca memang sibuk dan kekurangan waktu. Dengan kata lain : karena paksaan waktu. (Farr & Roser, 1979 :358)
2.      Membaca sepintas (scanning)
Adalah suatu teknik pembacaan sekilas tetapi dengan teliti dengan maksud untuk menemukan informasi khusu, informasi tertentu dari bahan bacaan. Scanning dipergunakan bila kita ingin secara cepat menemukan sesuatu kata, fakta, tanggal, nama, dan sebagainya.
3.      Membaca Teliti (close reading)
Adalah cara dan upaya untuk memperoleh pemahaman sepenuhnya atas suatu bahan bacaan. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dengan membaca teliti :  
·         mengingat dan mmahami ide-ide pengarang.
·         menganalisis para tokoh.
·         memahami konsep-konsep khusus.
·         melukiskan hubungan-hubungan.
·         mencari pola-pola.
·         menganalisis gaya.
Membaca teliti isi bacaan biasanya mengandung makna bahwa sang pembaca :
a.       Berusaha memahami organisasi, hubungan ide-ide bawahan dengan ide-ide utama.
b.      Berusaha merangkaikan atau menjalin informasi yang baru saja diperoleh ke dalam suatu kerangka yang telah ada (Farr & Roser, 1979 : 359)
C.    Mengikuti Petunjuk
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh petunjuk-petunjuk atau pengarahan yang akan diikuti oleh para siswi :
-  petunjuk-petunjuk itu harus sederhana dan jelas.
- struktur kalimat petunjuk itu harus berada dalam jangkauan pengalaman pembaca.
- dalam satu kalimat hendaknya terdapat satu (dan tidak boleh lebih) petunjuk khusus.
- kalau ide-ide digabungkan dalam satu kalimat maka klausa-klausa hendaknya berisi/memuat kata penghubung yang dapat dipahami dan ditangani oleh para siswa.
- kalau mungkin maka sebaiknya dihindari penggunaan-penggunaan kata ganti, yang dapat membingungkan para siswa. (Smith & Robinson, 1980 : 347 cf farr & Roser, 1976 : 138)
Kegiatan membaca terarah direncanakan untuk membantu para siswa membaca bahan-bahn yang berada pad tingkat baca yang lebih cenderung pada segi intruksional tinimbang pada segi keberdikarian.
Pelajaran membaca terarah dapat terdiri dari kegiatan berikut :
1. persiapan untuk membaca
- menghubungkn alasan-alasan membaca dengan pengalaman-pengalaman para siswa.
- memperkenalkan serta menjelaskan ucapan dan makna kata-kata sulit.
- menerangkan konsep-konsep yang sulit dan rumit.
- menentukan maksud dan tujuan membaca.
2. membaca dan diskusi
- memeriksa makna-makna harafiah dan yang bersifat kedimpulan.
- memeriksa dan menguji kebenaran informasi dan gagasan-gagasan.
3. mengembangkan dan mempraktekkan keterampilan-keterampilan.
4. mempergunakan dan memperluas informasi dan gagasan-gagasan. (Karlin ; 1980 :345).
D.    Mengarahkan Diri Sendiri
Para siswa sudah dapat kita katakana berdiri sendiri bila mereka sudah dapat mengarahkan dirinya sendiri dalam hal-hal berikut :
1.  memilih buku-buku yang sesuai dengan kemampuan membaca berdikari dan memperhalus keotomatisan.
2. mengatur serta menyesuaikan kecepatan membac dengan tujuan yang hendak dibaca.
3.  memberi responsi secara berdikari kepada petunjuk-petunjuk tertulis dalam suatu tugas.
4.  memperagakan pengarahan diri sendiri dengan :
a. mendapatkan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan secara berdikari, dan
b. menata serta mengatur waktu secara berdikari untuk menyelesaikan sesuatu tugas dalam masa yang telah tersedia.
5. memanfaatkan fasilitas-fasilitas perpustakaan secara dikari yang sesuai dengan maksud dan tujuan pribadi. (Otto & Chaster, 1976,1976 : 166).
E.     Memanfaatkan Perpustakaan
Menurut Sistem Desimal Dewey, segala buku yang ada dalam perpustakan dibagi atas 10 kelompok utama dan setiap kelompok diberi nomor.










BAB III
Membaca Interpretatif

Membaca interpretatif bertujuan agar para siswa mampu menginterpretasi atau menafsirkan maksud pengarang, apakah karangan itu fakta atau fiksi, sifat-sifat tokoh, reaksi emosional, gaya bahasa dan bahasa kias, sert dampak-dampak cerita tersebut terhadap pembacanya.
A.    Maksud Pengarang
Seorang pengarang menulis sadar atau tidak sadar sang pengarang sebenarnya mempunyai maksud-maksud tertentu dengan karyanya itu.Secara garis besarnya karya tulis dapat berupa :
1. narasi
2. deskripi
3. persuasi
4. eksposisi (Tarigan, 1982 : 77)
            Menurut Tarigan ada enam jenis nada tulisan. Yaitu:
a)      Nada akrab
Tulisan yang bernada akrab membuahkan tulisan yang bersifat pribadi. Tulisan pribadi adalah suatu bentuk tulisan yang memberikan sesuatu yang paling menyenangkan dalam penjelajahan diri pribadi penulis.
Secara lebih terperinci, tulisan pribadi dapat berbentuk:
*      Buku harian (catatan harian)
*      Cerita otobiograpis
*      Lelucon otobiograpis
*      Esai pribadi

b)      Nada penerangan
Tulisan seperti ini biasanya bernada penerangan, bersifat informative, dan membutuhkan tulisan yang bersifat deskriptif atau bersifat memerikan.

c)      Nada penjelas
Tulisan yang bernada penjelas biasa disebut tulisan penyingkap yang berbeda dari tulisan bernada penerangan karena tujuannya tidak hanya sekedar menceritakan, memerikan, ataupun meyakinkan, tetapi justru menjelaskan sesuatu pada pembaca.

d)     Nada pendebat
Bila pengarang mempergunakan nada mendebat atau nada argumentative maka hasilnya adalah karya tulis persuasif.

            Menurut Tarigan ada empat ciri-ciri karya persuasi:
*      Jelas dan tertib
*      Harus hidup dan bersemangat
*      Harus beralasan kuat
*      Bersifat dramatic

e)      Nada kewenangan
Tulisan yang bernada kewenangan menghasilkan karya ilmiah. Ada tiga jenis karya ilmiah, masing-masing dengan kewenangan tertentu, yaitu:
*      Skripsi untuk mencapai gelar sarjana muda,
*      Tesis untuk mencapai gelar sarjana, dan
*      Disertasi untuk mencapai gelar dokter.

B.     Fakta atau Fiksi

Perbedaan utama antara fiksi dan nonfiksi terletak pada tujuan maksud dan tujuan dari cerita atau narasi yang nonfiksi, seperti sejarah, biografi, cerita berita, dan cerita perjalanan, adalah untuk mnciptakan kembali (to re-create) apa-apa yang telah terjadi secara actual. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa :
Ø  Narasi nonfiksi mulai dengan mengatakan “ini semua adalah fakta-fakta”, sedangkan narasi fiksi mulai dengan mengatakan “kalau seandainya ini semua adalah fakta-fakta, (maka beginilah yang akan atau harus terjadi).
Ø  Cerita nonfiksi bersifat aktualitas (apa-apa yang benar terjadi), sedangkan cerita fiksi bersifat realitas (apa-apa yang dapat terjadi).
C.    Sifat-sifat Tokoh
Menurut E. Fromm setiap pribadi mengandung inti, yang mempunyai kecenderungan dan ciri-ciri khusus. Kecenderungan inti pribadi adalah upaya untuk mengekspresikan atau mengungkapkn hakekat kemanusiaan seseorang.
Bobot hakekat kemanusiaan diekspresikan sebagai :
·         kebutuhan-kebutuhan akan hubungan (mengadakan kontak dengan orang lain dan alam sekitar);
·         transendens (berpisah dari orang lain dan benda-benda);
·         ketergantungan (mempunyai rasa rindu);
·         identitas (mengenali dan mengetahui siapa dan ap seseorang sesuatu itu);
·         kerangka acuan (mempunyai cara yang stabil untuk mengenal dan memahami dunia).
Khusus mengenai hubungan antar orang tua dan anak, terdapat tiga tipe hubungan, yaitu :
1. hubungan simbiotik,
2. sifat merusak secara diam-diam, dan
3. cinta.
            Berdasarkan klasifikasi ciri-cirinya, maka setiap pribadi mempunyai orientasi tertentu. Orientasi yang terpenting adalah :
1. Orientasi reseptif atau orientasi mau menerima saja.
2. Orientasi eksploitatif atau orientasi yang bersifat memeras, menghisap.
3. Orientasi penimbunan atau orientasi yang bersifat menumpuk, menimbun.
4. Orientasi perdagangan
5. Orientasi produktif.
D.    Reaksi Emosional
Dua aspek reaksi emosional :
a.       reaksi emosional sang pembaca pada aneka tipe karya sastra; dan
b.      reaksi-reaksi emosional terhadap para tokoh di dalam karya sastra itu.
Emosi dapat mempengaruhi kita dalam kehidupan. Mengenai hal ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
a.       emosi dapat menambah kesenangn terhadap pengalaman sehari-hari.
b.      emosi mempersiapkan tubuh kita untuk peran tertentu.
c.       ketegangan emosi mengganggu keterampilan motoris.
d.      emosi dapat bertindak sebagai suatu bentuk komunikasi.
e.       emosi dapat mengganggu kegiatan-kegiatan mental.
f.       emosi dapat bertindak sebagai sumber-sumber penilaian social dan penilaian diri sendiri.
g.      emosi dapat mewarnai pandangan dan harapan anak-anak terhadap hidup ini.
h.      emosi mempengaruhi interaksi social.
i.        emosi meninggalkan dampaknya pada ekspresi wajah air muka dan mimik.
j.        emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis
k.      responsi-responsi emosional kalau berlangung berulang-ulang dapat berkembang menjadi kebiasaan.
Ciri-ciri khas emosi, antara lain :
a.       emosi biasanya kuat, hebat, berapi-api.
b.      emosi sering-sering kelihatan muncul.
c.       emosi biasanya bersifat sementara, tidak kekal.
d.      responsi-responsi mencerminkan kepribadian.
e.       emosi sering berganti kekuatan.
f.       emosi dapat ditemukan dengan gejala-gejala tingkah laku.

E.     Gaya Bahasa
Berbagai gaya bahasa dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan sang pengarang, antara lain :
a.       Aliterasi (pengulangan bunyi-bunyi yang sama)
Datanglah damai dari dara-dara dambaan.”
b.      Antanaklasis (pengulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda)
“ Kutanam kembang tanjung di tanjung pantai hatimu.”
c.       Antitesis (perbandingn dua buah kat yang berantonim, yang berlwanan makna).
kaya dan miskin, pintar dan tolol, sama saja di mata Tuhan.”
d.      Kiasmus (pengulangan serta inverse hubungan antara dua kata dalam kalimat)
“yang pintar merasa dirinya bodoh, tetapi yang bodoh justru menganggap dirinya pintar.”
e.       Oksimoron (pembentukan suatu hubungn sintaksis antara dua buah antonim)
“kemerdekaan, dikau memberi kebebasan, menuntut pengorbanan.”
f.       paralipsis (suatu rumusan yang dipergunakan untuk mengumumkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang dikatakannya dalam kalimat itu sendiri)
“Biarlah umum mendengar peryataan ini, yang (maafkan saya) tidak akan saya bcakan di sini.”
g.      paronomasia (penjajaran kata-kata yang bersamaan bunyi tetapi berbeda makna)
“saya tidak mau menerima ban tuan sebagai bantuan yang berharga.”
“Antarkan kemeja ini ke meja itu.”
h.      Silepsis (penggunaan sebuah kata yang mempunyai lebih dari satu makn dan berpartisipasi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis)
“pendeknya, jangan lagi kaugantungkan dirimu padaku.
“Aku tiada kaitan denganmu lagi.”
i.        Zeugma (koordinasi ketabahasaan dua kata yang mempunyai makna yang berbeda).
“Dalam hal ini kita harus bertindak kongkrit dan abstrak.”
(disarikan dari Ducrot & Todorov, 1981 : 277 – 9; Tarigan, 1982 : 166 – 8)

F.     Dampak Cerita
Setiap cerita dapat dibagi atas lima bagian, yaitu :
a.       situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan atau situasi);.
b.      generating circumstances (peristiwa yang bersangkutpaut, yang berkait-kaitan mulai bergerak);
c.       rising action (keadan mulai memuncak).
d.      climax (peristiwa-peristiwa mulai memuncak)
e.       denouement (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa). (Lubis, 1960, : 16-17, Tarigan, 1982a : 90)

Unsur-unsur alur :
1.      Expoisition (pengenalan para tokoh, penyajian sudut pandang)
2.      Complication (peristiwa permulan yang menimbulkan beberapa masalah)
3.      Rising action (keterlibatan pada saat bertambahnya kesukaran atau kendala)
4.      Turning point (klimaks atau titik emosi)
5.      Ending (penjelasan peristiwa-peristiwa, bagaimana caranya pra tokoh itu dipengaruhi dan apa yang terjadi atas diri mereka masing-masing)
(Adelstein & Pival, 1976 . 470 – 1).
N. Friedman, pengarang buku from and meaning in fiction pernah mengadakan klasifikasi yang agak terperinci mengenai alur :
& Alur peruntungan:
·         Alur gerak
·         Alur pedih
·         Alur tragis
·         Alur penghukuman
·         Alur sinis
·         Alur sentimental
·         Alur kekaguman
& Alur penokohan
·         Alur kedewasaan
·         Alur perbaikan
·         Alur pengujian
·         Alur pemikiran
& Pendidikan
·         Alur penyingkapan rahasia
·         Alur perasaan sayang
·         Alur kekecewaan


























BAB IV
Membaca Kreatif

Membaca kreatif bertujun agar par siswa termpil berkreasi dalam hal-hal dramatisasi, interpretasi lisan atau musik, narasi pribadi, ekspresi tulis, dan ekspresi visual.
Panca untai kegiatan membaca kreatif
A.    Dramatisasi
Tiga hal tentang dramatisasi :
a.       prinsip-prinsip kritik drama
b.      unur-unsur drama
c.       jenis-jenis drama.
1.      prinsip-prinsip Kritik Drama
Pada abad ke-18, seorang dramawan jerman yang bernama Goethe memformulasikan tiga prinsip kritik drama, yang sangat terkenal yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Ketiga prinsip itu, yang biasa disebut “Prinsip Goethe” adalah sebagai berikut :
  Apakah yang hendak dilakukan oleh seniman?
  Betapa baiknya dia melakukan hal itu?
  Bermanfaatkah hal itu dilakukan?
2.      Unsur-unsur Drama
·         Alur (plot)
·         Penokohan
·         Dialog
·         Aneka sarana kesastraan dan kedramaan

3.      jenis-jenis drama
                                         Tragedi, dengan ciri-ciri :
Ø  sebuah lakon sedih, atau lakon tragis haruslah mengenai suatu subjek yang serius.
Ø  Seorang pahlawan atau pelaku utama haruslah merupakan seseorang tahu pesona yang memiliki sifat-sifat kepahlawanan, sifat-sifat yang gagah berani.
Ø  Tiada kepercayaan besar yang harus diletakan pada kesempatan ataupun kejadian yang kebetulan saja; peristiwa-peristiwa atau insiden-insiden itu haruslah jujur, murni. Apa-apa yang akan terjadi haruslah terjadi.
Ø  Rasa kasihan dan takut merupakan emosi-emosi dasar pada lakon itu: kasedihan kepada pelaku utama dalam pensderitaanya, dan takut kalau-kalau pencobaan yang sama datang pula kepada kita. Akan tetapi dari kekalahan serta kegagalannya itu, timbullah katarsis atau perasaan terharu, ataupun pembersih terhadap emosi-emosi tersebut pada penonton.
                                         Komedi, dengan ciri-ciri :
Ø  lakon ini mungkin mengenai suatu subjek yang serius ataupun yang ringan, tetapi senantiasa memperlakukan subjeknya pada taraf dan nada yang ringan.
Ø  Lakon ini mengenai peristiwa-peristiwa yang bertaraf, baik mungkin maupun besar kemungkinan terjadi.
Ø  Apa-apa yang terjadi muncul dari tokoh dan bukan dari situasi.
Ø  Gelak tawa yang ditimbulkan oleh lakon ini adalah sejenis gelak-tawa atau kelucuan yang “bijaksana”
                                         Melodrama, dengan ciri-ciri :
Ø  mengetengahkan serta menampilkan suatu subjek yang serius, tetapi para tokohnya tidaklah seotentik atau sama otentiknya dengan para tokoh yang terdapat pada tragedi.
Ø  Unsur kesempatan atau kejadian yang kebetulan ada masuk ke dalamnya.
Ø  Emosi atau rasa kasihan memang ditimbulkan, tetapi cenderung kearah sentimentalitas. Kalaupun ada, sedikit sekali rasa ketakutan yang ditimbulkan.
Ø  Seorang pahlawan senantiasa memenangkan perjuangannya.
                                            Farce
Farce erat berhubungan dengan komedi. Tokoh-tokoh dan iniden-insiden dalam suatu farce memang dibesar-besarkan, dilebih-lebihkan, dan penekanan lebih dititik beratkan pada alur ketimbang tokoh. Farce dengan ciri-ciri :
Ø  peristiwa dan tokoh yang terdapat dalam lakon ini memang mungkin ada, tetapi tidak begitu besar kemungkinannya.
Ø  Menimbulkan kelucuan yang tidak karuan
Ø  Bersifat episodik, memerlukan kepercayaan hanya pada saat itu saja.
Ø  Segala yang terjadi timbul dari situasi, bukan dari tokoh.
B.     Interpretasi Lisan atau Musik
Agar para siswa dapat dilatih menginterpretasi sepenggal bacaan sastra dengan tepat secara lisan dan musik.
Dari segi nada, maka pada umumnya musik dapat diklasifikasikan atas :
a)      musik atau lagu minor
b)      musik atau lagu mayor
Ditinjau dari segi tempo, maka pada umumnya lagu atau musik dapat dklasifikasikan atas :
a)      tempo lambat
b)      tempo sedang
c)      tempo cepat  
            Jenis-jenis tempo lagu atau music:
 Tempo Cepat   :
·         prestissimo (secepat-cepatnya)
·         Presto (sangat cepat sekali)
·         Vivace (sangat cepat)
·         allegro assasi (lebih cepat dari pada allegro)
·         allegro ( cepat)
Tempo Sedang :
·         animato (hidup,riang)
·         allegrato (enteng, gembira, sedap)
·         moderato (sedang)
Tempo Lambat :
·         andantino (sedikit lebih cepat dari pada andante)
·         andante (agak lambat)
·         adagio (lambat, sedikit lebih cepat dari pada lento)
·         lento (lambat)
·         largo (lambat sekali)
·         grave (sangat lambat sekali).
                                               (usman, dkk;1983 : 67-69)
C.    Narasi Pribadi
Kegiatan ini berhubungan sekali dengn pengisahan cerita atau storytelling. Yang pada tahap pertama, para siswa diberi kesempatan untuk menciptkan dan menghubungkan cerita-cerita berdasarkn alur, gagasan, ide, peristiw, tu tokoh-tokoh dri bacaan mereka. Pada tahap kedua, keterampilan itu selanjutnya dikembangkan dengan cara mendorong par siswa menciptakan cerita-cerita berdasarkn pengalaman-pengalaman mereka tetapi dirangsng oleh sesuatu yang berasal dari bacaan mereka. Dan pada tahap berikutnya, para sisw membaca cerita-cerita, lalu menghubung-hubungkannya setelah mengadakan perubahan-perubahaan untuk mengubah beberapa aspek seperti suasana hati, nda dan dampak cerita.  Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan fiksi, misalnya :
      Berdasarkan bentuk :
·         novel
·         novelette
·         short story
·         short short story
·         vignette
      (Notosusanto; 1957 : 29)
·         Berdasarkan isi :
·         Impresionisme
·         nomantik
·         realisme
·         sosialis-realisme
·         realisme sebenarnya
·         naturalisme
·         ekspresionisme
·         simbolisme
(Lubis; 1960: 38 – 45).

D.    Ekspresi Tulis
Ekspresi tulis direncanakan untuk memberi kesempatn kepada para siswa untuk mengekspresikan diri mereka dalam karya tulis. Pada tahap pertama, para siswa berlatih mempraktekan ekpresi kreatif dengan cara menulikan kembali cerita-cerita yang telah mereka baca. Pada tahap kedua, para siswa menulis cerita-cerita dan lakon-lakon asli yang menghubungkan beberapa aspek sastra dengan pengalaman-pengalaman pribadi atau situasi-situasi kontemporer. Pada tahap ketiga, para siswa disuruh dan didorong untuk menuliskan kembali penggalan-penggalan sastra pilihan dengan cara merubah aspek-aspek yang kitannya dengan suasana hati,  nada, gaya, mode, atau dampak cerita.
E.     Ekspresi Visual
Kegiatan ini pada tahap pertama dengan cara menampakan kegiatn-kegiatan yang memberi kesempatan kepada para siswa untuk menciptakan suatu karya atau produk visual, seperti suatu gambar atau model tanah liat, yang menggambarkan suatu adegan, obyek, tokoh, atupun gagasn yang berasal dari bacaan mereka. Pada tahap kedua, para siswa menciptakan gambaran-gambaran visual yang menghubungkan beberapa aspek bacaan mereka dengan pengalaman-penglaman pribadi ataupun dengan situasi-situsi kontemporer. Pada tahap berikutnya. Para siswa merubah aspek-spek bacaan mereka, misalnya suasana hati, mode, dan danpak melalui gambaran-gambaran visual.

0 komentar:

Posting Komentar

 

(c)2009 Our Hazel. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger