Jumat, 23 November 2018

CERPEN-PANDORA KARANG ATOL



Ahh debu-debu ini sangat mengganggu, benar-benar ciri khas gudang! Uh andai bukan demi tugas dari atasanku itu, mana mau aku membongkar gudang berdebu seperti ini. Bagaimanapun juga sudah tugasku sebagai seorang wartawan sebuah majalah di Jakarta yang pesaingnya seabreg itu, harus bisa mencari sesuatu yang baru dan tentunya memiliki daya jual tinggi di masyarakat.
Seminggu yang lalu, bosku menyuruh mencari ide baru yang segar. Jangan tentang gossip para artis, jangan tentang politik, jangan tentang kemacetan ibukota, jangan tentang para koruptor, dan masih banyak lagi jangannya itu. Kalau mencari di Jakarta memangnya ada hal selain itu yang bisa dijadikan topic? Aku kira tidak! Barangkali hanya kemacetan yang sudah biasa.
Akhirnya aku menemukannya juga, buku sejarah tua peninggalan kakekku dulu. Memang betul itu peninggalan dulu, bahasanya saja masih memakai bahasa melayu. Minggu ini aku akan berangkat ke daerah Sulawesi Tengah tepatnya ke pulau Togean.
Menurut informasi yang aku dapat, di sana merupakan kepulauan yang indahnya tak kalah dengan Wakatobi dan Takabonerate. Di sana juga terdapat suku asli pulau Togean, suku Bajoe (suku laut). Begitulah kira-kira yang aku dengar. Tetapi tidak dengan buku ini, ada hal yang tak diketahui masyarakat tertulis di buku ini. Rahasia yang akan kubongkar pada dunia. Di sini dikatakan puluhan orang suku Bajoe tiba-tiba menghilang. Hilangnya mereka masih menjadi misteri, di buku ini dijelaskan kalau mereka terkena kutukan dari penjaga laut.
**
Ra semuanya sudah oke, tinggal nungguin si Rizki” ucap Fadli
Oke kalau gitu kita bisa istirahat dulu, sambil muas-muasin megang gadget” jawabku beralih focus ke gadget
Muas-muasin gimana maksud loe?” Tanya Fadli heran
Loe belom tahu ya, kalau di sana itu area yang terjangkau layanan sinyal datanya masih minim” terangku lagi
Masa? Mampus dong gue” jawabnya putus asa.
Setelah beberapa menit menunggu, Rizki pun datang. Sekarang kami akan bertolak dari bandara Soekarno Hatta Cengkareng menuju bandara Mutiara di Palu. Perjalanan yang ditempuh sekitar tiga jam. Setelah sampai di Palu kami akan menuju ke Ampana dan melanjutkan lagi ke pulau Togean.
**
Selama beberapa hari melakukan kunjungan, kami tak mendapatkan hal yang menarik. Hanya serangkaian kegiatan biasa seperti diving. Hari berikutnya kami memutuskan berkunjung ke pusat pemukiman suku Bajoe yang bertempat di kelurahan Bajoe, kabupaten Bone. Menurut para tetua suku Bajoe yang tinggal di Kabalutan, kawasan sepanjang pesisir teluk Bone sudah di tempati oleh suku Bajoe sejak ratusan tahun silam.
Kami banyak berharap mendapat petunjuk yang menarik. Dan benar saja di beberapa rumah asli suku Bajoe yang terbuat dari kayu dan tanpa menggunakan paku itu, kami mendapat kesamaan berupa tanda mirip kerangka ikan, yang lebih aneh lagi, setiap kerangka seolah saling menyambung menuju ke suatu tempat.
Setelah bertanya ke sana ke mari, kami mengetahui sesuatu yang sangat luar biasa. Ternyata masyarakat suku Bajoe pun pernah menyelidiki tanda itu. Tanda itu mengarahkan mereka ke hutan mangrove pesisir pantai yang mengarah langsung ke Coral Triangle. Salah satu karangnya merupakan karang atol yang di tengah-tengahnya terdapat danau. kami bertiga memutuskan untuk menyelidiki lebih jauh lagi. Akan tetapi, para tetua di sana melarang.
Kami peringatkan, sebaiknya kalian jangan kesana. Kalian bisa mendapat kutukan laut” ucap seorang tetua
Baiklah, kami hanya akan melihat-lihat” jawabku berbohong.
**
Pagi-pagi sekali, aku, Fadli dan Rizki sudah bersiap melakukan perjalanan. Yups perjalanan ke dasar laut. Kami membagi-bagi tugas, aku dan Rizki akan menyelam, sedangkan Fadli memantau monitor yang tersambung langsung dengan kamera yang dibawa Rizki, sekaligus memastikan tidak ada yang mengganggu perjalanan kami.
Woaaaaaw….gila Ra, indah banget “ begitulah kira-kira yang Rizki ucapkan, gak tau udah ke berapa kali dia ngobrol gitu. Tiap ada ikan dia pasti ngacungin dua jempolnya.
Setelah menyelam di antara karang Atol, aku melihat sebuah bentangan luas gelap yang kemungkinan itu adalah sisi lain dari danaunya, awalnya Rizki gak mau ke sana, tetapi setelah aku bujuk, akhirnya dia luluh juga. Aku memimpin penyelaman, berenang diantara karang-karang yang semakin dalam semakin terlihat seperti benteng.
Aaaaahhh….Taraaaa”
Ada apa? Ucapku kaget bercampur panic melihat Rizki panic
Ternyata kakinya tersangkut di karang, tapi tunggu ada yang aneh dengan karang itu, kaki Rizki tersangkut karena ada aliran air yang masuk. Setelah dengan susah payah mencari, kami menemukan celah yang lebih besar. Dan betapa terkejutnya aku melihat puluhan, bahkan ratusan bangkai kapal, pesawat dan benda lainnya di balik dinding karang ini.
Terlebih lagi aku kaget melihat tulisan di badan pesawat “ Skuador Flight 99” itu adalah salah satu pesawat yang dinyatakan hilang di wilayah Segitiga Bermuda.
Perasaanku langsung tak enak, aku memutuskan untuk mengajak Rizki kembali ke permukaan.Tetapi sepertinya semuanya sudah terlambat, saat aku berbalik aku tak membatu, tidak percaya dengan apa yang kulihat, sudah tak ada Rizki, hanya tinggal kepala dan darahnya yang tersisa. Aku mencoba menghubungi Fadli, namun tak ada jawaban. Aku terus mencoba menghubunginya sambil berenang kembali ke permukan, lalu sesuatu menabrakku, menggores bahuku. Panic dan takut, sekuat tenaga aku terus berenang, tapi sesuatu menghentikanku atau lebih tepatnya membuatku sadar, aku sudah tak punya harapan, terlebih dengan apa yang kulihat di hadapanku. Saat itulah aku menyesal dan yakin bahwa apa yang dikatakan tetua benar. Tentang dia, tentang mereka kaum yang tak boleh terlihat. Sosok seperti manusia, dengan cakar, ekor, sirip dan tanpa mata.


Berita Harian Sulawesi:
Sabtu, 23 April telah ditemukan mayat seorang pemuda di hutan mangrove. Belum diketahui penyebab kematiannya.



 

(c)2009 Our Hazel. Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger